Tingginya Nilai Dollar bisa jadi menjadi pelajaran bagi kita semua,
ketika beberapa komoditas pertanian masih disuplay dari negara-negara
lain, sehingga menyebabkan harga harga tidak tertolong, inilah yang
terjadi pada kasus kacang kedelai.
Negara maju
sekalipun selalu menjadikan Dunia pertanian sebagai sarana menuju
kemakmuran negaranya, AS, Thailand, Jepang menjadikan Dunia pertanian
sebagai bagian penting dari perkembangan Negaranya.
Lain
misalnya dengan Negara kita, Pertanian bagaikan Dunia yang kelam, dan
selalu saja menjadi persoalan saat masalah tiba, misalnya tingginya
harga bawang, komunitas kacang kedele yang semakin tinggi, menyebabkan
sulitnya mendapatkan tempe dan tahu, Beras masih saja menginpor dari
negara negara tetangga, dan yang paling lucu misalnya, ketika teknologi
kita pesawat hasil Karya anak bangsa di tukar dengan hasil pertanian
dari Thailan (Masa pemerintahan Habiby), Ironis memang.
Mungkin
inilah yang mendasari ketika Wakil BUpati Rokan Hilir, melarang petani
mengalih fungsikan lahan pertanian menjadi perkebunan sawit (Lihat Rohil
Online), dan bahkan Bapak Kadis Pertanian, akan menyiapkan Perda yang
memberikan batasan terhadap pengalih fungsian lahan oleh masyarakat
petani.
Tentu saja hal ini menjadi pertanyaan dan
bahkan sedikit lucu, pertama, membatasi hak petani pada persoalan
penggunan hak pakai Tanah sudah jelas di atur pada UUPA, kebebasan dan
kemerdekaan bagi petani sungguh sangat dijamin, Kedua, Persoalan
pengalih fungsian tidak lepas dari ketidak berdayaan petani terhadap
kehidupan hariannya yang semakin tinggi, sedangkan hasil pertanian
semakin tidak produktif untuk dijadikan sandaran hidup. Ketiga, sarana
pendukung pertaninan yang tidak tersedia, dengan sistem penen setahuan
sekali tentunya petani tidak mampu, artinya pemerintah harus menyiapkan
sarana Irigasi yang jelas, sehingga dapat mengaliri sawah petani dan
dapat panen sampai 3 x dalam sebulan.
Sehingga Penulis
memahami, kegelisan Bapak Wakil BUpati Rokan Hilir ini tidak lepas dari
peningkatan kinerja Pemerintah, tanpa pernah berpikir seperti apa dan
bagaimana nasib petani, sehingga kebijakan ini tentu saja tidak memihak
pada petani.
Dapat kita lihat, dengan APBD yang besar
SATKER tidak melakukan kajian yang serius sebab dan faktor faktor yang
membuat petani mengalih fungsikan lahan, sering kali program yang
ditawarkan hanya bersifat bangunan ketimbang manfaat yang sesungguhnya.
Program irigasi yang tidak berjalan, suplay saprodi yang sulit dan
biasanya harganya sulit terjangkau masyarakat petani, dan yang lebih
patal harga penjualan yang turun saat panen raya.
Untuk itu melalui Tulisan ini Penulis Menawarkan pada Pemerintah :
Menciptakan
program lumbung pagan, berupa penjaminan harga jual pertanian dengan
sistem Harga Eceran Tertinggi, (HET), semua hasil padi didaearah ini
dibeli oleh pemerintah dan dilakukan penyimpanan pada lumbung lumbung
yang disediakan, seperti di Kecamatan Rimba Melintang memfungsikan
Gudang BUlog, sehingga harga terjamin dan negara tidak Rugi, ketika
harga beras mulai naik, barulah padi padi tersebut dioleh oleh
pemerintah sehingga sistem ini tidak merugikan negara dan otomatis
memancing para petani untuk terus menanam padinya.
Sekarang
ini, bila panen raya tiba, harga penjualan padi anjlok, sehingga petani
terpaksa menjualnya dan sayangnya lagi penjualan bukan dipasaran Rokan
Hilir tapi dijual ke daerah lain dan melalui agen agen yang datang ke
daerah sentral Pertanian ROKAN HIlir, untuk itu agaknya SATKER harus
mampu menciptakan program ini, dengan Nama program ketersediaan pagan
kabupaten Rokan Hilir, pertanyaannya tentu saja sejauh mana program ini
mempunyai nilai tambah bagi SATKER, sehingga program ini bagi SATKER
mungkin tidak menarik, dan tentunya SATKER lebih tertarik pada Program
Bangunan yang sebenarnya tidak menyentuh hanjat hidup petani yang
sesungguhnya.
Oleh : Bustami, MS
Calon Legislatif DPRD Kabupaten Rokan Hilir Dapil I (Kec. Bangko, Sinaboi, Batu Hampar, Pekaitan) dari Partai Gerindra Nomor Urut 7